Rabu, 02 Mei 2012

Sumber Hukum Formal


Sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar akan mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber sumber hukum dapat diuraikan antara lain adalah sebagai berikut:

   Undang-Undang
Undang Undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
Undang-Undang dalam artian formal ialah setiap keputusan Pemerintah yang memerlukan undang-undang karena cara pembuatannya (misalnya: dibuat oleh Pemerintah bersama-sama dengan parlemen)
Suatu undang-undang tidak berlaku lagi jika jangka waktu berlaku yang telah ditentukan oleh undang undang itu sudah lampau, jika keadaan suatu hal untuk mana undang undang itu diadakan sudah tidak ada lagi, juga jika undang undang itu secara tegas dicabut instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi, dan jika telah diadakan undang undang yang baru yang isinya bertentangan dengan undang undang yang dulu berlaku.

   Kebiasaan (Custom)
Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan tersebut selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagi pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbullah sautu kebiasaan hukum yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Contoh: apabila seseorang komisioner sekali menerima 10% dari hasil penjualan atau pembelian sebagai upah dan hal ini terjadi berulang-ulang dan juga komisioner yang lain pun menerima upah yang sama yaitu 10% maka oleh karena itu timbul suatu kebiasaan (unsance) yang lambat laun berkembang menjadi hukum kebiasaan.
Soalnya apakah seorang hakim juga harus memperlakukan hukum kebiasaan? Menurut pasal 15 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (AB): "Kebiasaan tidaklah menimbulkan hukum, hanya kalau undang-undang menunjuk pada kebiasaan untuk diperlakukan."
Jadi hakim harus memakai kebiasaan dalam hal-hal UU menunjuk kepada kebiasaan.
Contoh: dalam pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) disebutkan: Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk apa yang telah ditetapkan dengan tegas oleh persetujuan-persetujuan itu, tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat persetujuan-persetujuan itu diwajibkan oleh kebiasaan.

   Keputusan Hakim (Jurisprudensi)
Dari ketentuan pasal 22 A.B. atau Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (Ketentuan-ketentuan Umum tentang Peraturan-peraturan Indonesia) yang berbunyi: "Hakim yang menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan perundangan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia akan dituntut untuk dihukum karena menolak mengadili." maka jelaslah bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri.
Keputusan hakim yang berisikan suatu peraturan sendiri berdasarkan wewenang yang diberikan oleh pasal 22 A.B. menjadilah dasar keputusan hakim lainnya/kemudian untuk mengadili perkara yang serupa dan keputusan hakim tersebut lalu menjadi sumber hukum bagi pengadilan. Dan Keputusan Hakim yang demikian disebut hukum Jurisprudensi.
Ada dua macam Jurisprudensi, yaitu: Jurisprudensi tetap dan Jurisprudensi tidak tetap. Adapun yang dinamakan Jurisprudensi tetap ialah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa yang menjadi dasar bagi pengadilan (standart-arresten) untuk mengambil keputusan.
Seorang hakim mengikuti keputusan hakim yang terdahulu itu karena ia sependapat dengan isi keputusan tersebut dan lagipula hanya dipakai sebagai pedoman dalam mengambil suatu keputusan mengenai suatu perkara yang serupa, maka jelaslah bahwa Jurisprudensi adalah juga sumber hukum tersendiri.

   Traktat
Apabila dua orang mengadakan kata sepakat (konsensus) tentang suatu hal, maka mereka itu lalu mengadakan perjanjian. Akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada isi perjanjian yang mereka adakan itu. Hal ini disebut Pacta Sunt Servanda yang berarti, bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati.
Perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih disebut perjanjian antar negara atau perjanjian Internasional ataupun Traktat. Traktat juga mengikat warganegara dari negara-negara yang bersangkutan. Jika traktat diadakan oleh dua negara, maka traktat itu adalah Traktat Bilateral, misalnya perjanjian Internasional yang diadakan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat Cina tentang "Dwi-Kewarganegaraan."
Jikalau traktat diadakan oleh lebih dari dua negara, maka traktat itu disebut Traktat Multilateral, misalnya perjanjian Internasional tentang pertahanan bersama negara-negara Eropa (NATO) yang diikuti oleh beberapa negara Eropa. Apabila ada Traktat Multilateral memberikan kesempatan pada negara-negara yang pada permulaan tidak turut mengadakannya, tetapi kemudian juga menjadi pihaknya, maka Traktat tersebut adalah Traktat Kolektif atau Traktat Terbuka, misalnya Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

   Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)
Pendapat para sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim. Dalam Jurisprudensi terlihat bahwa hukum sering berpegang pada pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum. Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seorang sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikannya; apalagi jika sarjana hukum itu menentukan bagaimana seharusnya. Pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut.
Terutama dalam hubungan Internasional pendapat-pendapat para sarjana hukum mempunyai pengaruh yang besar. Terbukti dalam Piagam Mahkamah Internasional pasal 38 ayat 1 mengakui bahwa dalam menimbang dan memutuskan suatu permasalahan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pedoman, salah satunya adalah keputusan hakim dan pendapat-pendapat sarjana hukum.


Sumber:
Aspek Hukum Dalam Bisnis oleh Neltje F. Katuuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar