Jumat, 04 Januari 2013

Euforia Jakarta yang Beresiko

    DKI Jakarta beberapa bulan yang lalu telah memiliki pemimpin yang baru untuk menggantikan pemimpin lamanya yang "dianggap" telah gagal memimpin selama tahun tahun belakangan oleh sebagian masyarakat Jakarta. Saya pun berpendapat demikian. Tulisan ini merupakan tulisan subjektif yang hanya berasal dari pikiran saya sendiri berdasarkan pada pengetahuan umum saya terhadap perkembangan kota yang saya tinggali ini. Tidak ada suatu unsur menjatuhkan salah satu pihak.
    Kembali lagi ke topik pemimpin baru jakarta, Joko Widodo yang akrab kita sebut Jokowi dan juga wakilnya Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disapa Ahok. Mereka datang dengan membawa suasana baru ke Jakarta, semenjak kedatangan mereka seakan akan mereka adalah sosok selebriti baru yang sedang naik daun. Selalu menjadi sorotan media. Mungkin dengan gaya kepemimpinan mereka makanya mereka mendapatkan respon seperti itu dari masyarakat. Masyarakat ingin sesuatu yang baru, ingin sesuatu yang memberi perubahan dan gebrakan yang mampu merubah suasana kota Jakarta ini. Sehingga ketika mereka diresmikan menjadi pemimpin baru Jakarta, rakyat heboh seperti mendapatkan hadiah dari kuis di televisi. Melihat kinerja Jokowi di Solo dan Ahok di Belitung Timur yang cukup memuaskan, rakyat Jakarta pun mengharapkan lebih dari pasangan nomor urut 3 pada pilkada 2012 lalu ini. Program program yang diusung pasangan ini pun selalu menjadi highlight yang seakan tidak pernah padam. Rakyat ingin sekali sesegera mungkin program program tersebut terlaksana.
    Karena saking tergesa gesanya para rakyat Jakarta menginginkan perubahan yang instan, setiap ada kesalahan (seperti banjir dan macet karena hujan besar beberapa waktu lalu) sebagian rakyat langsung menjadikan Jokowi kambing hitam atas permasalahan tersebut. Menurut saya pribadi, hal itu sangatlah tidak masuk akal mengingat Jokowi baru memimpin beberapa bulan.
    Euforia masyarakat Jakarta atas terpilihnya pemimpin baru yang disertai ekspektasi tinggi terhadap pasangan pemimpin baru ini bisa menjadi suatu hal yang baik, akan tetapi haruslah dilandasi dengan akal sehat dan juga pikiran yang rasional. Tidak mungkin segala sesuatu bisa langsung dilakukan secara instan. Mungkin tulisan saya memang terlalu memaksakan diri, akan tetapi saya hanya menyampaikan pendapat saya mengenai hal hal yang baru saja terjadi belakangan ini mengenai kegembiraan masyarakat Jakarta yang beresiko dan berubah menjadi sindiran dan cacian dari sebagian rakyat terhadap pemimpin yang baru saja mempimpin hanya dikarenakan hal yang memang tidak bisa ditangani dengan instan. Euforia memang tidak selalu berujung kebaikan. Yah kita lihat saja kelanjutan para pembuat ulah yang beredar diantara euforia yang beresiko ini.

Kamis, 03 Januari 2013

Menulis dengan Sistematika Ilmiah tapi Ringan

    Bicara soal menulis secara ilmiah, pasti bicara tentang membuktikan dengan evidensi atau fakta yang benar benar terjadi dan sudah dilakukan penelusuran lebih lanjut sehingga dapat ditulis menjadi suatu penulisan ilmiah. Dan jika sudah begitu, maka pikiran kita juga langsung tertuju pada kerepotan akan mengumpulkan evidensi atau fakta fakta statistik yang berhubungan dengan sesuatu yang akan diteliti. Pasti membutuhkan banyak waktu lah, pasti membosankan lah, pasti susah lah.
    Tetapi ada juga cara cara menulis dengan sistematika ilmiah tapi ringan dan cukup mudah untuk dilakukan. Sekali lagi saya menggunakan pengetahuan saya untuk menulis ini dengan berbagai macam sumber yang telah saya pelajari atau tidak sengaja saya pelajari sebelumnya.
    Pertama tama, sebuah penulisan ilmiah membutuhkan tujuan dan latar belakang serta pengenalan mengenai apakah penelitian tersebut. Jadi langkah awal yang akan dilakukan untuk menulis dengan sistematika ilmiah adalah dengan menulis pendahuluan.
    Pendahuluan merupakan awal dari tulisan ilmiah yang berisi tentang apakah penelitian itu dan untuk tujuan apakah penelitian tersebut dilakukan. Dalam pendahuluan juga dipaparkan awal permasalahan yang akan diamati.
    Setelah itu, mulailah membuat isi dari tulisan ilmiah tersebut. Coba mulai memaparkan permasalahan pokok dari yang sedang diteliti. Dalam memaparkan permasalahan permasalahan tersebut, kita juga harus menyampaikan bukti bukti atau evidensi yang ditemukan dalam meneliti permasalahan itu. Fungsi bukti bukti tersebut adalah untuk mempertahanan argumen kita jika ada yang membantahnya.
    Dan setelah selesai memaparkan semua pokok permasalahan dan juga bukti buktinya, terakhir kita membuat penutup yang berisikan kesimpulan dari semua permasalahan yang sudah dipaparkan sebelumnya. Dan itulah salah satu cara menulis dengan sistematika ilmiah tapi ringan.

Membuat Ringkasan

    Untuk membuat suatu ringkasan, tidaklah sulit dan juga tidaklah mudah. Ringkasan yang baik tentunya harus memenuhi syarat dan kriteria dari yang di minta (jika ringkasan tersebut bersifat memaksa).
    Tulisan saya ini bersifat subjektif dan hanya saya tulis dari pengetahuan saya dari berbagai sumber yang saya olah sendiri dalam pikiran saya, jadi sebelumnya saya mohon maaf apabila kurang memuaskan.
    Membuat ringkasan dapat dimulai dengan membaca teks asli sebanyak minimal 2x. Yah tetapi jangan hanya asal dibaca, setiap dibaca usahakan juga dimengerti apa saja topik yang dibahas di tiap tiap paragraf. Usahakan menguasai semua isi dan maksud dari teks tersebut.
    Selanjutnya bisa mulai mencoret coret dan mulai membuat kerangka, yang dimaksud dari kerangka ini adalah coretan dengan pengertian diri sendiri mengenai topik topik yang ada di teks tersebut. Kemudian coretan tersebut bisa dikumpulkan menjadi satu dan direkonstruksi menjadi rangkaian kalimat sesuai dengan gaya bahasa diri sendiri.
    Sisanya tinggal tuangkan kreativitas diri masing masing dengan tulisan yang sudah tinggal disatukan itu dan susun menjadi ringkasan sesuai dengan apa yang diminta (misalkan diminta menggunakan jumlah kata tertentu; ringkasan dengan 500 kata). Dan selesailah ringkasan yang baik dibuat dengan langkah langkah sederhana tersebut.

Konseptual dan Kontekstual

    Suatu kalimat bisa memiliki makna yang berbeda walaupun diisi dengan kata yang sama. Makna yang berbeda tersebut disebabkan oleh sudut pandang yang ada di dalam kata dan kalimat serta kondisi saat kalimat tersebut tercipta. Di sini saya mencoba menjelaskan perbedaan antara makna kontekstual dan makna konseptual. Tulisan saya ini bersifat subjektif karena ini hanya berasal dari pikiran saya sendiri dengan pengetahuan yang saya dapat dari berbagai sumber.
    Saya akan contohkan dengan suatu kalimat "Dia harus diberi pelajaran." Kalimat yang sederhana, tapi juga tidak sederhana. Sederhana karena hanya terdiri dari 4 kata, dan tidak sederhana karena memiliki arti ganda dalam situasi yang berbeda.
    Secara konseptual, kalimat tersebut memiliki arti bahwa dia harus diberi pelajaran yang mungkin dia kurang menguasainya, misalkan seorang QuarterBack Rookie yang tidak tahu caranya melempar bola dengan baik harus diberi pelajaran agar lemparannya jadi lebih baik lagi. Atau dia yang misalkan bodoh di bidang matematika, diberi pelajaran tambahan matematika agar bisa sering berlatih sehingga dapat menguasai pelajaran tersebut.
    Tetapi secara kontekstual, jika kondisinya adalah ada seseorang yang mencari masalah dan orang lain ingin menghajarnya, maka kalimat itu juga tercipta. Bukan berarti orang tersebut ingin memberikan pelajaran matematika atau mengajarkan cara melempar yang baik.
    Jadi dengan contoh yang saya buat dengan agak nyeleneh tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa makna konseptual berarti makna harfiah yakni makna sebenarnya dari kalimat atau kata tersebut atau dengan kata lain makna konseptual adalah makna buku dari kalimat tersebut. Sedangkan makna kontekstual adalah makna yang tersirat atau makna yang menyesuaikan keadaan. Makna kontekstual secara umum lebih luas daripada makna konseptual.