Jumat, 02 Desember 2011

Kondisi Koperasi Indonesia saat ini

Mampukah Koperasi bertahan di era globalisasi ini?

Saat ini, koperasi Indonesia harus berjuang menghadapi efek dari globalisasi yg menguasai daya saing di negara ini. Di tengah upaya kita menghadapi pasar bebas dan globalisasi, upaya membangun koperasi yang memiliki daya saing, efisiensi, budaya perusahaan (corporate culture), dan inovasi, menjadi hal yang tak terhindarkan. Dikarenakan Koperasi adalah bangun usaha yang paling cocok bagi karakter bangsa kita dalam menghadapi globalisasi tersebut.

Baru baru ini (antara Maret - April 2011) diadakan pertemuan antara menteri perdagangan dan perindustrian ASEAN, Australia, dan Selandia Baru di Istana Negara. Pertemuan tersebut menyepakati akan dibentuknya zona perdagangan bebas ( free trade agreement) pada tahun 2007. Bulan November mendatang hal ini akan dibahas kembali oleh para pemimpin negara di tingkat konferensi tingkat tinggi (KTT). Skema serupa juga berlangsung dalam hubungan ASEAN dengan Korea Selatan, Jepang, dan China.

Berbagai hal tersebut semakin menunjukkan bahwa globalisasi terus-menerus menjadi isu yang perlu menjadi perhatian kita semua. Saat ini kita telah banyak mengikat janji dan memberikan komitmen-komitmen pada globalisasi. Apabila kita lakukan pencatatan, Indonesia telah terikat banyak dengan berbagai schedule of commitment, bukan hanya terkait dengan AFTA, tetapi juga dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Kerja Sama Asia Pasifik (AP EC), balk untuk sektor jasa maupun sektor rill.

Kesepakatan tersebut pada akhirnya menuntut kita melakukan pembenahan diri maupun konsolidasi di dalam negeri, balk dari sisi efisiensi maupun peningkatan daya saing. Jika pembenahan tidak dilakukan, perekonomian dalam negeri tentu akan kedodoran menghadapi serbuan korporasi dan produk-produk multinasional.
Pembenahan harus dilakukan oleh semua sektor, bukan hanya perusahaan atau korporasi besar, tetapi juga oleh usaha-usaha menengah dan kecil, termasuk di dalamnya koperasi, apabila mereka masih ingin bertahan hidup.

Koperasi sebagai sebuah entitas usaha juga tidak terkecuali dalam hal mempersiapkan diri di era globalisasi. Apakah koperasi bisa bersaing di pasar bebas dalam era globalisasi ini? Beberapa ilustrasi di negara lain kiranya dapat menjadi pelajaran tentang bagaimana koperasi sebenarnya mampu memiliki daya saing global. Di Eropa Barat, Amerika Utara, dan Australia, koperasi menjadi wadah usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Pengembangan koperasi dilakukan secara efisien sebagai bagian dari perekonomian nasional. Salah satu kisah sukses adalah dari negeri Belanda, RaboBank, bank milik koperasi yang kini merupakan salah satu dari bank terbesar di dunia.

Koperasi juga bisa bersaing di pasar bebas walaupun menerapkan asas kerja sama daripada persaingan. Di Amerika Serikat, lebih dari 90 persen distribusi listrik desa dikuasai oleh koperasi. Di Kanada, koperasi pertanian mendirikan industri pupuk dan pengeboran minyak bumi. Dan di negara-negara Skandinavia, koperasi menjadi saka guru perekonomian. Di Jerman, bank koperasi Raiffeissen sangat maju dan penting peranannya, dengan Kantor cabangnya di Kota dan desa. Di Indonesia sebenarnya ada sebuah cerita tentang bagaimana koperasi bisa membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang dikumpulkan anggotanya, seperti Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GIKBI).


Saya setuju dengan pernyataan yg mengatakan jikalau perKoperasi-an Indonesia memang seharusnya membangun sosok koperasi yg memiliki daya saing, efisiensi, budaya perusahaan (corporate culture), dan inovasi. Tujuannya tidak lain adalah untuk bertahan di tengah gempuran globalisasi yg bisa mengakibatkan ditinggalkannya Koperasi.


Sumber Referensi

request artikel




Inspired by


Anggi Maharani's blog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar